Salam kenal semua teman dan sahabat, saya Mandor Kasman. Saat ini menetap di Kota Jogjakarta, Numpang Menghirup Nafas Daya Hidup Di Jogjakarta. Sudah sejak Januari 2015 menjadi bagian penghirup udara kehidupan di wilayah berjuluk Hadiningrat. Semoga proses belajar langsung dari atmosfir Jogjakarta berjalan dengan baik, karena diam-diam saya sudah punya keinginan untuk resmi berpindah domisili.
Pada blog ini saya ingin berbagi informasi seputar kegiatan yang saya jalani. Semua artikel akan menunjukkan perhatian saya pada informasi dan pengalaman yang saya dapatkan dalam menjalaninya.
Ada dua hal yang saya sukai dalam menjalani cara hidup saat ini, yaitu mendapatkan teman-sahabat baru dan informasi baru. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa pada semua kegiatan bisnis akan berorientasi pada laba atau penghasilan. Namun pada prinsipnya, saya merasakan pada ahirnya, uang bukanlah segalanya. Untuk itu saya mulai meyakini bahwa menjalin persahabatan adalah bagian dari tujuan hidup yang lebih baik selain mendapatkan uang.
Maka, jika boleh saya memilih apa yang terpenting dalam hidup, jawabnya adalah memiliki banyak sahabat dan uang! Setuju kan? Hehehe...
Ya tentu saja tidak selamanya kita mendapatkan keduanya, jadi jika terpaksa saya memilih salah satu dari keduanya saya tidak akan ragu memilih sesuai pilihan urutan yang saya sebutkan, saya akan berketetapan hati jika harus memilih salah satu diantara sahabat dan uang, Insya Allah saya akan memilih mendapatkan yang pertama.
Numpang Menghirup Nafas Daya Hidup Di Jogjakarta, Karena Jogjakarta Sumerehke Ati
Mungkin perasaan yang saya alami tinggal di Jogja akan menyisakan pertanyaan teman-teman, namun sangat mungkin banyak juga yang akan memakluminya, mengamininya. Sebuah suasana kehidupan disini terasa lebih menarik jadi bikin asyik.Ada irama dinamis namun terasa terjaga dalam tempo yang pas dengan hati. Sesaat hiruk-pikuk seperti memainkan alat musik pada lagu rock cadas atau setidaknya heavy metal, namun akan terasa selalu ada buat melakukan jeda mengambil nafas secukupnya. Disini, suatu suasana iringan jenis musik apapun, toh pada ahirnya akan terasuki ritmis gamelan jawa. Apapun awal gaya hidup dan kerja anda, di Jogja pada ahirnya harus menerima kenyataan penggemar tradisi-budaya Jawa akan merubah banyak hal pada hidup anda. Seberapapun anda fanatik membawa kecintaan daerah asal dan gaya hidup anda sebelumnya, pada ahirnya, tetap akan terasa langgam Jawa akan memberikan perspektif menenangkan suasana hidup hedonis ini.
Begini, jika pernah mendengar pameo atau idiom "alon-alon waton kelakon", maka sesungguhnya semua ihtiar sudah dibuatkan batasannya, tidak seperti mengejar batas kaki langit, yang serasa selalu menjauh saat didekati, lalu memaksa diri terus berlari. Itu pemaknaan atau ilustrasi yang dapat saya sampaikan. Cita-cita, obsesi dan semangat adalah paduan seperti memandang kaki langit yang indah diidamkan. Namun ketika matahari memasuki ufuk barat lalu sembunyi dan alam bumi pelan pelan terus jadi gelap, maka itulah saat menarik kemauan mengejar kaki langit. Stop ngaso dulu. Nikmati hidup sambil rasan-rasan dengan tetangga diangkringan, cafe atau komunitas diskusi atau cari koneksi wifi gratisan, tentu agar visi kian kaya perspektif.
Pada awalnya, suatu hal menjengkelkan ketika ada rambu di sebuah gang (ternyata banyak setelah tahu), bunyinya "mohon matikan mesin motor anda", dan semula aneh jika mendengar saran "alon-alon wae mas Bro...". Sampai ahirnya saya melihat iklan layanan di TVRI Jogja, yang menggambarkan segerombolan anak-anak remaja naik sepeda dengan modifikasi joknya ditinggikan hingga lebih dari 150 cm dari tanah, begitu mereka berpapasan dengan seorang si mbok, kompak semua remaja bersepeda tinggi buru-buru turun dari sepedanya dan menyapa sambil menganggukkan kepala sambil merundukkan badannya.
Sebuah pengalaman yang menguatkan sensasi "njawani" semalam terjadi. Saya duduk di depan teras, sekitar jam 00.00. Tanpa saya sadari seorang si mbok mungkin berusia 65-an tahun melintas dengan gerobak sampah yang ditariknya. Persis menjelang di hadapan saya, si mbok memelankan langkahnya dan merendahkan kepala dan badannya, sambil senyum dan menyapa : nderek langkung mas.. Duh, kupikir tak perlulah itu, bebanmu sudah berat dengan gerobak penuh sampah. Saat melewatiku harus mengerem laju, membungkuk dan menyapaku. Dan itu jalan umum yang lebar, dimana anaku bersama temannya biasa ngebut. Ya jalan lebar dua arah, bukan sebuah gang.
Punya Pilihan Itu Asyik
Suatu hari setahun lalu, saya berkesempatan ngobrol saat pulang kampung, dengan seorang teman yang menjadi pejabat di Bappeda Propinsi. Dia bertanya, Kang apa yang membuatmu betah di Jogja? Saat itu saya jawab ringkas: Karena di Jogja selalu banyak pilihan.Begini ya, seumpama manteman belum menikah, lalu dikenalkan hanya pada seorang calon pasangan hidup untuk dipilih.. apakah manteman ngga pengen nanya "apa kagak ada alternatif nih..?". Hehe.. iya kan?
Nah soal alternatif ini jadi asyiknya kalau selalu tersedia. Setiap sebuah pilihan relatif selalu tersedia alternatifnya. Itu pasti asyik. Pengen nongkrong ngopi misalnya. Jogja punya banyak pilihan dengan menggunakan beberapa kata kunci: Murah, Enak Kopinya, Asyik Pelayannya.. atau mungkin bisa menggabungkan beberapa kata kunci sekaligus untuk mewujudkan acara nongkrong: Kafe Murah dengan Kopi yang Enak dan Asyik Pelayannya... hehe. Serius! Ada koq kafe seperti itu. Malah tambah satu atau dua kata kunci lagi juga masih bisa digabungkan. Misalnya tambahkan kata kunci "Wifi Kenceng". Ini penting banget!
Jogjakarta sesungguhnya selalu mengajarkan soal banyak pilihan., bukan sekedar banyaknya fasilitas yang disediakan oleh pemerintah atau kelompok usaha. Karena bahkan dalam setiap tarikan nafas yang dihembuskan warganya, selalu berbau pilihan.
Suatu pagi berdiri membaca koran dinding barengan dengan tetangga adalah salah satu kegemaran masyarakat Jogja. Ini terlihat, di setiap ada koran dinding, ada pelanggan pembacanya. Harian ini sudah lama ada dan menyediakan koran gratis pada sebuah lingkungan yang menyelenggarakan Koran Dinding. Saya lihat yang masih eksis harian ini bernama Kedaulatan Rakyat.
Suatu pagi di bulan Ramadlan, saya ikutan bareng berdiri baca koran. Disebelah saya seorang mbah kakung menggumam... "walah, harga daging sapi naik koq yo pada ngeluh ya.. lah kalau memang pengin banget makan rendang daging sampi mbok yo beli ajah seiris di Padang Murah Meriah.. paling Rp 12.000 ajah dapat sama nasi dan sayurnya.. atau yen tenan masalahe butuh proteein.. makan walang yah sudah banyak kandungan protein... ".
Begitulah saya memahami sebagian nafas Jogja. Belajar menyelaraskan ambisi dan mensyukuri apa yang sudah tersedia.
Terima kasih teman dan handai tolan sudah berkenan mampir berkunjung ke blog-ku. Tuliskan komentar dan saran anda bila ada kesempatan.
Jalan-jalan ke jalan Gejayan Jogja, bolehlah beli gamis di Distributor Nibras Jogja. Kapan-kapan saya ada wifi gratisan nyala, Insya Allah saya bikin lagi cerita Jogja... (dan ketemu saya .. hehehe).
Related Post:
Bunda Vito Tindak Jogja
Alasan ahirnya Ngblog
Atau ada yang mau ikutan Numpang Menghirup Nafas Daya Hidup Di Jogjakarta? Singgah dan bermalamlah di gubug kontrakan kami, di jalan bougenvil CT X Nomor 7A, Kawasan Catur Tunggal Gejayan, persisnya sisi timur dari Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta.
-Jogja, 26 Juli 2017-
PS. Kata-kata meme pada potret saya adalah plesetan dari selarik puisi (Almarhum) WS Rendra. Aslinya: Ketika langit dan bumi menyatu, bencana dan keberuntungan sama saja.
Anda pengen Numpang Menghirup Nafas Daya Hidup Di Jogjakarta?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Tanggapannya